Rabu, 24 Juli 2013

Teror #2


    " Kevin..kamu di mana?" Aku mencoba menghubungi Kevin yang sedari tadi susah dihubungi. Suara Kevin di ujung telvon sana nyaris tak terdengar. " Nanti aku telvon, kamu berangkat dulu saja ke Bandung" Kevin nampak setengah berbisik. Telvon langsung aku matikan. Seharusnya dia memberitahuku jika ada rapat mendadak di kantor. Bukan membiarkan aku menunggu lama tanpa kabar dari dia. Hari ini aku akan berangkat ke Bandung, ke rumah ibuku. Aku heran, baru kali ini Kevin tidak mengabariku. Sampai-sampai aku panik ketika hari makin siang. Tadi pagi katanya hanya sebentar ke kantor, hanya mengecek proposal-proposal.

    Ah, ya sudah aku berangkat sendiri. Mungkin nanti sore dia akan menyusul. Ku keluarkan mobil dari garasi. Menitipkan pesan pada Las, pembantuku, jika Kevin pulang agar segera menyusulku ke Bandung. Ia hanya manggut-manggut saja, tanda mengerti. Di tengah perjalanan, aku baru ingat, selama ini Kevin melarangku untuk mengendarai mobil sendiri. Bahkan aku tidak boleh keluar jika tidak bersamanya, sekarang malah dia menyuruhku untuk berangkat dulu ke Bandung. Ya, mungkin ini keadaang darurat.

    Sesampainya di Bandung, aku memutuskan untuk membelikan kue kesukaan Ibu. Saat aku akan berbelok, tiba-tiba ada seorang wanita aneh yang lewat depan mobilku secara mendadak. Aku kehilangan kendali.

    Ciiiiiiiiiiittttttttttt....braaaaaaaaaaaaaakkkkk....
    Semuanya gelap.

***
    Aku terbangun seketika dari mimpi kejadian kecelakaan satu bulan yang lalu itu. Nafasku tesengal-sengal, rasanya seperti habis berlari 10 km. Keringat dingin mengucur deras. Kevin yang tidur di sampingku ikut terbangun. " Ada apa Sayang?" Kevin terlihat cemas. " Aku mimpi buruk, kecelakaan itu." Aku menjawab dengan nafas tersengal-sengal. " Minum dulu" Kevin memberiku segelas air putih yang memang selalu ada di meja samping tempat tidur. Ia memelukku erat. " Sudah, jangan terlalu di pikirkan, semua akan baik-baik saja." Lanjutnya menenangkanku. Ia mendekapku erat. Aku menangis sejadi-jadinya di pelukannya. Peritiwa kecelakaan di Bandung itu sungguh membuatku trauma. Kakiku cidera, butuh waktu lama untuk membuatnya kembali normal.

    Kevin yang selalu mendampingiku. Dia selalu ada, hanya saja urusan kantor yang sedikit menyita waktunya di rumah. Pernah dia akan memutuskan berhenti sementara dari kantor untuk menjagaku sampai aku benar-benar pulih. Tapi aku melarangnya. Tidak sedikit uang tabungan yang di keluarkan untuk pengobatanku. Lalu, jika dia berhenti darimana kami akan mendapatkan uang untuk berobat. Sekalipun bantuan dari orang tua dan saudara terus mengalir. Aku tidak enak selalu merepotkan keluarga besar.

    " Kevin, kamu ingat wanita aneh tadi siang yang membuatku takut dan tiba-tiba muncul di depan rumah?" Aku bertanya pada Kevin yang masih memeluku erat. Ia mengangguk pelan. " Iya, ada apa?" Tanyanya. " Aku baru ingat wanita itu yang tiba-tiba menyebrang sesaat sebelum kecelakaan." Suaraku agak parau dan bergetar. " Tapi saksi di lokasi kejadian tidak melihat wanita yang melintas di depan mobilmu?" Jawab Kevin masih berusaha menenangkanku. " Sudah jangan terlalu di pikirkan, kamu harus istirahat total." Kevin merebahkan tubuhku dan merapatkan selimut tebal  kami. Aku tidak tahu apa jadinya jika tidak ada Kevin. Dia selalu menjagaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar