Minggu, 31 Agustus 2014

Candu 6

Aku tak pernah terbiasa tanpa kamu, kamu tau itu..
aku lebih suka menghabiskan waktu bersamamu,
menikmati senja, hingga purnama,
menghirup aromamu, menyimak irama jantungmu, memainkan jemarimu,
dan tempat ternyamanku adalah pelukanmu...
maaf aku tak bisa jauh darimu barang semenit !!!

Kamis, 21 Agustus 2014

Tak sekedar tempat berteduh



Apa yang kamu pikirkan tentang rumah ? Tempat berteduh, tempat menghabiskan waktu bersama keluarga, tempat berbagi kasih. Bagiku rumah adalah tempatku bersandar, sekalipun ada rasa sesak saat aku merasa tidak nyaman lagi berada disana. Setiap keluarga tentunya menginginkan sebuah rumah yang bagus, besar, dengan halaman luas, dengan pohon mangga yang teduh. Keluargaku juga menginginkan demikian, rumah yang nyaman untuk anak-anaknya. Bagiku tak penting sebesar apa rumah itu, yang di butuhkan adalah rasa nyaman dan terlindungi. Untuk apa sebuah besar dengan lantai dua atau tiga, dengan taman luas dan pintu gerbang yang tinggi jika di dalam rumah itu tidak ada kebahagiaan, rasa nyaman dan rasa terlindungi.

    Aku pernah tinggal di rumah bambu dengan tanah sewaan, sebelum orangtuaku belum mampu untuk membeli tanah sendiri. Rumah yang berdingding ayaman bambu, namun cukup teduh dengan pohon nangka kecil yang di tanam oleh Bapak ketika pertama mendirikan rumah bambu itu. Aku kecil tidak pernah mengeluh tentang rumah kami. Rumah bambu itu itu terletak di pinggir jalan raya di Nganjuk, Jawa Timur. Rumah ini sangatlah teduh, dengan lantai tanah. Bila sore tiba ibu atau bapak selalu membasainya dengan air, agar terasa sejuk saat malam. 

    Bapak dan ibu bekerja sebagai PNS, tapi saat itu gaji mereka belum cukup untuk membeli tanah. Namun mereka sudah menabung untuk rumah baru, seperti kusen-kusen kayu, cendela-cendela besar yang saat itu menempel di rumah bambuku. Rumah bambu itu terlihat sedikit indah dengan kayu-kayu yang terlihat baru. Aku dan keluargaku tinggal disana cukup lama, ketika aku masih sangat kecil hingga aku SD. Bapak dan ibu baru bisa membeli tanah dan membangun rumah baru kami yang lebih layak ketika aku menginjak kelas 6 SD. Saat itu aku begitu gembira karena akan mendapat kamar sendiri, karena selama ini aku berbagi kamar dengan kakak perempuanku. Kamar di rumah bambuku hanya ada dua.

    Rumah baru itu akhirnya jadi, namun hanya setengah jadi ketika kami pindah kesana. Tak mengapa, kami sudah bersyukur bisa menempati rumah yang lebih dari layak, rumah yang di idam-idamkan oleh orang tuaku. Namun aku merasa rumah baru itu tidak sesejuk rumah lamaku. Sekalipun berlantai tanah, tapi terasa nyaman. Sekalipun harus terasa dingin saat malam.