diambill dari sini |
Ruangan itu tidak terlalu besar, juga
tidak kecil. Ada jendela kaca besar di samping ranjang. Ruangan itu juga tidak
terlalu banyak barang. Hanya ada satu buah ranjang berukuran sedang, lemari
pakaian kecil, dan juga meja kecil dengan vas bunga. Namun vas bunga itu tidak
berisi bunga, kosong.
Perempuan itu
duduk di depan kaca jendela besar. Berlapiskan selimut putih yang lumayan tebal
di pangkuannya. Namanya Dinda. Ia mengamati jendela kaca yang menguap akibat
hujan yang sedari tadi tak kunjung berhenti, malah semakin menderas. Kedua
tangannya memegangi toples usang bekas tempat kue kering entah bermerk apa.
Gambar dan merek kue kering itu sudah tertutup karat. Hingga berwarna
kecoklatan.
Dinda masih
memandang jendela yang dingin itu, ia masih saja teringat tentang..
***
Sore itu, sore
yang sangat cerah. Dinda menikmati secangkir teh di taman samping rumahnya.
Taman kecil yang ia idam-idamkan saat masih belum menikah. Kini ia memilikinya,
lengkap dengan bunga-bunga kesukaannya. Salah satunya bunga mawar, yang tumbuh
subur di taman kecilnya itu. Ada bangku dan meja tempat ia menghabiskan sorenya
bersama Bayu, suaminya. Sore itu ia menunggu Bayu sambil menikmati senja dengan
minum teh. Tadi pagi Bayu menelefon akan datang terlambat karena rapat sampai
sore. Dinda meniup-niup cangkir teh yang masih mengepulkan hawa panas itu. Lalu
ia mencecapnya perlahan.
Suara mobil
Bayu yang baru saja masuk garasi rumah, Dinda selalu hafal. Bahkan hentakkan
sepatu pantofelnya, caranya berjalan, tanpa menoleh Dinda yakin yang berjalan
ke arahnya itu suaminya Bayu.
Dinda
membalikkan badannya, dan benar, Bayu berdiri tegap di hadapannya. Berdiri
dengan tangan kanan ia masukkan ke dalam saku celana, sudah menjadi
kebiasaannya. Dinda berdiri, lalu tersenyum pada suaminya itu, tatapan teduh
Bayu selalu membuat Dinda tenang.
" Selamat
sore cantikku.." Ucap Bayu dengan nada genit. Dinda tersipu malu, lalu
mendaratkan sebuah kecupan hangat di pipi Bayu. " Aku punya kejutan, tapi
tutup mata dulu ya?" Lanjut Bayu. Dinda mengerutkan dahi. " Kejutan?
Ahh seperti anak kecil saja harus tutup mata." Jawab Dinda sambil berkacak
pinggang. " Ayolah..pasti kamu suka." Bayu berharap Dinda mau menutup
matanya untuk sejenak. " Oke-oke.." Lanjut Dinda sambil menutup
matanya. " Tunggu ya...satu..duaa....tiga.... sekarang buka mata..!"
Seru Bayu sambil menggenggam sebuket mawar merah di depan Dinda. Dinda terlihat
gembira, sampai ia tak sanggup berkata apa-apa.
Ini bukan
pertama kalinya Dinda mendapatkan sebuket mawar merah dari Bayu. Namun ia membuat
setiap kejutan dari Bayu adalah istimewa. " Sayang, kan kita sudah punya
kebun mawar? Kenapa masih beli?" Dinda memandang suaminya teduh. Bayu
tersenyum manis, sembari melangkah, lalu duduk di samping istrinya. Ia mengusap
lembut kening Dinda yang lebar itu. " Yang ini spesial. Aku belinya pake
cinta lho.." Ujar Bayu bersemangat. " Memangnya ada penjual bunga
yang tidak terima uang tapi terima cinta?" Celetuk Dinda, sambil mencubit
pipi Bayu. Senja sore itu sungguh indah, mereka berdua menghabiskan sore dengan
bercengkrama.
***
Sore itu
adalah sore terakhir Dinda bersama suaminya. Keesokkan harinya Bayu pergi ke
Kalimantan untuk proyek barunya. Namun saat Dinda menikmati senja tanpa Bayu,
ia mendapat kabar buruk. Pesawat yang di tumpangi Bayu menghilang usai
terhantam badai.
Sejak saat itu
Dinda depresi berat. Tidak ada yang bisa menenangkannya. Masih ada sejuta mimpi
yang belum terwujud bersama Bayu. Sudah dua tahun, Dinda menikmati senjanya di
ruang rumah sakit jiwa ini. Dinda masih menerawang jauh ke jendela yang
berembun itu. Ia lalu membuka toples yang sedari dari ia peganggi, dia
tersenyum. Kelopak-kelopak mawar yang sudah mengering itu masih ia simpan rapi.
Mawar untuknya dari Bayu. Ia mengambil sehelai kelopak mawar kering itu,
mengamatinya. Lalu tersenyum. Dinda memang tidak pernah mengamuk,
berteriak-teriak layaknya orang gila. Dia hanya diam di depan jendela kaca
besar ini tiap kali hujan saat sore hari. Dia hanya marah ketika ada yang
menyentuh toples yang berisi mawar kering itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar