Kamu,
laki-laki yang selalu di sampingku. Garis-garis tegas di wajahmu seakan
melukiskan baluran-baluran kisah hidupmu. Kisah yang kamu mulai ketika teman
sebayamu masih saja manja di pangkuan ibunya, merengek minta handphone atau
PS1. Kamu, dengan semangat mengayuh sepedamu hingga ratusan kilo meter dari
rumah ke sekolah.
Matamu teduh,
seteduh senja merah di langit sore. Ada cekungan hitam di bawah matamu,
pertanda insomnia sedang menyiksamu. Garis-garis tegas di wajahmu selalu
mengingatkanku betapa sulitnya hidupmu. Bukan karena kamu anak orang tak
berpunya, tidak orang tuamu sangatlah mampu. Tapi, ketika aku seusiamu dulu,
ketika kamu mengayuh sepedamu hingga kesekolah, aku masih anak ingusan yang
belum tahu apa arti hidup. Tiap kali mengelus dahimu, ku rasakan kisah-kisah
itu.
Di usiamu yang
begitu muda, kamu sudah tahu arti kata "mandiri". Mungkin jika anak
ayam, ia sudah di sapih oleh induk ayam ketika usianya masih menginjak 2
minggu.
Dengan semua
kisah dan pengalaman hidupmu, kamu ajari aku banyak hal. Tentang arti hidup,
ketulusan, kesabaran, hingga pengorbanan.
Memeluk
tegapnya tubuhmu, aku selalu berbisik pada hatiku, betapa beruntungnya aku.
Mengendus aroma tubuhmu, seperti menghirup udara pegunungan yang segar.
Aku hanya sosok wanita lemah, yang gampang meluruhkan
butiran-butiran air mata. Wanita yang tiap kali selalu berbagi cerita. Dan kau
dengan penuh kesabaran membimbingku tanpa henti, meskipun aku tau betapa
lelahnya kamu.
Terkadang sifat burukku muncul
tiba-tiba, dan aku tau kamu sudah berkali-kali menasehatiku. Amarahmu adalah
sebuah cambuk bagiku, hatiku nyeri. Tapi ini salahku, dan kamu berkali-kali
memberikan kesempatan padaku untuk memperbaikinya kembali.
Jika boleh aku tau, hatimu terbuat dari apa?
Terima kasih telah berjuang
bersama, ini belum berakhir kita akan kembali berjuang dan mungkin akan lebih
keras, dan jangan biarkan aku berjuang sendirian.
Terima kasih selalu menguatkan
ketika segala macam pikiran menggelayuti kepalaku, nyatanya semua kisah hidupku
pernah kamu lalui dalam kisah hidupmu.
Terima kasih selalu membuatku
tertawa, tanpa lelah mendengar semua cerita-ceritaku, mengusap air mataku
ketika aku menangis tersedu-sedu, selalu memberikan sandaran untukku.
Terima kasih
lelakiku, tetaplah seteduh senja. Dan jangan pernah sedingin hujan, karena
hingga hujan berhenti dinginnya masih mengernyap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar