picture from google |
Bagaimana, jika. Dua kata yang dulu hingga sekarang yang paling aku takuti. bagaimana, jika kamu diam-diam mencintai orang lain. Bagaimana, jika kamu suatu saat pergi meninggalkanku. Bagaimana, jika terjadi sesuatu dengan cinta kita. Bagaimana, jika kita tidak menjadi kita lagi. dan masih banyak bagaimana, jika yang lainnya. Memenuhi seluruh bagian otakku. Merasuki fikiranku, meracuni akal sehatku.
Lalu, bagaimana jika itu merasukiku selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Sejak aku dan kamu menjadi kita. sejak hati ini diam-diam kau curi. Sejak pandangan mataku selalu mencari sosokmu. Sejak tangan ini selalu ingin menyentuhmu. Sejak sorot matamu menjadi peneduhku. Sejak pelukkan hangat itu mengerayangi tubuhku.
Selama itu aku dihantui rasa khawatir akan kehilanganmu. Rasa yang dulu hanya kau anggap kekhawatiran kecil saja.
Bagaimana, jika akan menjadi kenyataan ?
Stop...! jangan tanyakan itu padaku...!!!
Kemudian, tanpa aba-aba semuanya lenyap. Semua ketakutanku menjadi nyata. Sesungguhnya hanya satu yang ku inginkan menjadi nyata, bahagiamu, ku. Bukan ini....!!
Sia-sia saja berteriak pada semesta, aku bisa berbuat apa ? Ketika semua telah Ia renggut. Ia merenggut kasihku, hidupku.
Aku tidak membenci Tuhan, sungguh !
Aku tidak menghakimi Tuhan, sungguh !
Hanya saja mengapa yang ku takutkan selama ini menjadi nyata. Bagaimana, Jika....
Sekarang, semua orang berteriak padaku. Hidupku akan terus berjalan. Namun aku tak bisa menjalaninya.
Ijinkan aku mengulang semua memori sejarah aku dan kamu, bukan tapi kita..
Semua tentang kita..
Pada pena merah yang kamu berikan ketika aku memulai karirku. Pada lampu-lampu taman yang menjadi saksi perjalanan kita. Pada setangkai mawar kering yang kau berikan ketika malam merambat menuju pagi. Pada amplop surat berisi kata-kata manismu. Pada aroma tubuhmu. Pada gerimis sendu malam itu, ketika tubuhmu tak lagi bergerak. Lalu pada pahitnya secangkir kopi ketika ku sadari kamu benar-benar pergi.
Tak akan ku biarkan semua itu lenyap, akan ku simpan baik-baik dalam kotak memori hati, pikiran, dan otak. Tak satupun senyawa dalam semesta ini yang bisa menghapusnya.
Malang 2015,Pada malam gerimis tak bertepi
Baru mampir udah suka sama tulisanya :)
BalasHapusterima kasih fikri...:)
Hapusterima kasih sudah berkunjung..happy blogging ya..:)